Minggu, 08 April 2012

Resensi Film : THE LIBRARIAN QUEST FOR THE SPEAR


     The Librarian Quest for the Spear adalah film fiksi yang bercerita tentang seorang pustakawan berumur 30 tahun bernama Flynn Carsen yang sangat senang sekali membaca buku dan belajar. Sampai umurnya yang ke-30 tahun dia masih belajar di sekolah, sampai suatu hari profesor sudah tidak membutuhkannya lagi dan memintanya untuk berhenti belajar di sekolah. Dan yang paling membua hati ibunya was-was adalah diumur 30 th itu dirinya belum juga menemukan jodoh.
   Lalu, Fylnn mendapat panggilan untuk wawancara kerja di ”Metropolitan Public Library” untuk menjadi seorang Pustakawan. Flynn kemudian diterima menjadi pustakawan karena kecerdasannya. Flynn menjawab pertanyaan dari penguji yang dia tahu dan orang lain tidak tahu. “bahwa yang membuat hidup lebih berarti dan hidup itu tidak selalu dipikir dengan pikiran tetapi harus dirasakan lewat hati. Flynn mengira
ia diterima sebagai pustakawan biasa, namun ternyata ia diterima sebagai pustakawan yang khusus dipercaya menjaga koleksi – koleksi bersejarah milik perpustakaan.
     Pada hari pertamanya bekerja Flynn sudah mendapatkan masalah, ”Metropolitan Public Library” kehilangan potongan tombak yang dicuri oleh kelompok persaudaraan ular.Persaudaraan diktuai oleh mantan pustakawan Edwedr wild yang sekarang menjadi pust
akawan di perpustakaan lain dan ingin menguasai dunia. Flynn harus memecahkan misteri tombak tersebut melalui kecerdasannya dan pengetahuannya akan ilmu pengetahuan dan mengembalikan tombak tersebut ke perpustakaan.
      Dalam upaya merebut benda pusaka tersebut petualangan sang Flynn pun berubah menjadi seperti seorang arkeolog. Dia ditemani seorang gadis seksi yang ahli bela diri bernama Nikole. Jadi seorang kutu buku bersatu dengan seorang penggila petualangan untuk memecahkan masalah

     Menurut pendapat saya sesuai dengan cerita pada film diatas bahwa perpustakaan itu bukan hanya tempat untuk menyimpan buku.Pada cerita ini perpustakaan terbilang sangat berbeda dengan perpustakaan-perpustakaan pada umumnya. Pada film ini perpustakaan tidak di gambarkan sebagai perpustakaan yang bayak pemustaka untuk meminjam koleksi. Sama sekali tidak ada pemustaka di sini. Namun Ada buku-buku yang tertata dengan rapi dan sebenarnya tempatnya pun terasa nyaman.Perpustakaannya lebih condong menyimpan barang-barang berharga.Dan pustakawannya mempunyai tanggug jawab yang sangat besar.dalam film diatas digambarkan sosok Flynn seorang pustakawan sejati.


PUSTAKAWAN DI ERA INFORMASI


   Di era global saat ini dimana informasi membludak, profesi pustakawan terus menjadi sorotan. Memang diharapkan profesi ini mampu mengelola banjir informasi yang berdampak luas pada masyarakat. Sebelum membicarakan era global-era Internet, dan ketrampilan pustakawan untuk menghadapinya, maka penulis sedikit menyinggung tentang persyaratan profesi. Menurut Abraham Flexner yang dikutip Wirawan (1993) profesi paling tidak harus memenuhi 5 persyaratan sbb:


  1. profesi itu merupakan pekerjaan intelektual, maksudnya menggunakan intelegensia yang bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahaminya dan menguasainya;
  2. Profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sains;
  3. Profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan;
  4. Profesi terorganisasi secara sistematis. Ada standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolok ukur hasilnya;
  5. Profesi-profesi merupakan pekerjaan altruisme yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri profesionalisme. Sedangkan profesionalisme menunjukkan ide, aliran, isme yang bertujuan mengembangkan profesi, agar profesi dilaksanakan oleh profesional dengan mengacu kepada norma-norma, standar dan kode etik serta memberikan layanan terbaik kepada klien.
   Duraian di atas jelas, bahwa pustakawan adalah sebuah profesi. Dan bagaimana dengan tantangan ke depan? Dari sinilah penulis berangkat menuangkan pemikiran agar dapat memberi masukan, serum, dorongan, semangat agar profesi pustakawan dapat lebih bermanfaat dan menggigit kepada masyarakat secara luas utamanya di era global yang sarat tantangan saat ini.


ERA GLOBAL-ERA INTERNET
   Era global telah merambah dan melanda semua orang tidak terkecuali pustakawan. Era global membuka mata hati bahwa didalam kehidupan ini kita perlu orang lain dimanapun tanpa mengenal batas. Perkembangan teknologi komunikasi dan telekomunikasi seperti Internet dapat mengubah banyak orang menjadi kosmopolitan. Picasso yang dikutip Muis (2001) mengatakan bahwa dunia telah menjadi kosmopolitan dan kita saling mempengaruhi satu sama lain.

   Internet dengan muatan-muatan bisnis, pendidikan dsb, telah mampu mempengaruhi pola pikir kita semua. Ia telah mengubah kehidupan secara drastis. Ia telah mereformasi sejumlah praktek-praktek bisnis kuno. Amazon.com misalnya telah mengubah wajah industri eceran dan distribusi menjadi sedemikian revolusioner. Film Blair Watch Project menggunakan Internet sebagai media yang kreatif dan murah untuk mempromosikan film mereka. Hanya dengan bermodalkan $15.000, situs Blair Witch Project berdiri. Tak kurang dari 75 juta orang telah mengunjungi situs itu. Dan ketika diputar, film ini menghasilkan rekor penjualan tiket tak kurang dari 100 juta dolar (Kurnia, ….). Sungguh tidak terbayangkan hanya dengan memasukkan nomer credit card pada “secure server” sebuah bisnis maya barang yang diinginkan datang pada saatnya. Jadi tidak perlu lagi montang – manting ke Bank untuk membeli bank draft dan mengirimkannya. Praktis, hemat waktu, uang dan tenaga.

   Internet sudah menjadi suatu media pilihan untuk mendapatkan informasi aktual dan faktual. Walaupun Internet bukanlah panacea, satu-satunya pilihan, namun sudah menjadi harapan utama untuk mendapatkan informasi aktual.

Tantangan ini akan semakin ramai dan kompetitif tajam dengan realisasi AFTA 2003 (Asean Free Frade Area) – perdagangan bebas antara negara Asean. Perdagangan bebas ini berarti akan terjadi antara lain :

  1. Banjirnya tenaga Malaysia dsb di Indonesia, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan bahasa Inggris dan ketrampilam khusus.
  2. Pada lingkungan pekerjaan bahasa Inggris akan lebih dominan dibanding bahasa Indonesia.
  3. Lapangan pekerjaan akan melimpah ruah bagi orang-orang yang memiliki kualifikasi dan kemampuan kerja tinggi, mampu berkomunikasi secara internasional dan mempunyai wawasan luas.
  4. Kematian bagi orang-orang yang buta komputer atau buta bahasa Inggris. Kematian dalam arti tidak bisa berkembang. Pada saat itu buta komputer hampir identik dengan buta huruf (Mahayana, 1995).



BAGAIMANA PUSTAKAWAN?
    Menghadapi riuh rendah dan carut-marutnya kehidupan yang terus berpacu dengan perkembangan teknologi di era global, maka pustakawan harus menghadapi kenyataan tersebut. Supaya berhasil mengatasinya, pustakawan sebagai profesi harus memiliki beberapa ketrampilan, antara lain:
Adaptability

   Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang. Mereka tidak selayaknya mempertahankan paradigma lama yang sudah bergeser nilainya. Pustakawan sebaiknya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Feret dan Marcinek (1999) menyatakan bahwa pustakawan harus berjalan seirama dengan perubahan teknologi yang terus bergerak maju dan pustakawan harus mampu beradaptasi sebagai pencari dan pemberi informasi dalam bentuk apapun. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersumber pada buku teks dan jurnal yang ada di rak, tetapi dengan memanfaatkan Internet untuk mendapatkan informasi yang segar bagi penggunanya. Erlendsdottir (1997) menyatakan kita bukan lagi “penjaga” buku. Kita adalah information provider di situasi yang terus berubah dan dimana kebutuhan informasi dilakukan dengan cepat dan efektif. Sekarang misi kita adalah mempromosikan jasa-jasa untuk informasi yang terus membludak. Dan bahkan jika kita tidak berubah, teknologi informasi akan mengubah tugas kita.

People skills (soft skills)
   Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan penggunannya. Agar dalam berkomunikasi dapat lebih impresif dengan dasar win-win solution maka perlu people skills yang handal. Menurut Abernathy dkk.(1999) : …perkembangan teknologi akan lebih pervasive tetapi kemampuan tentang komputer saja tidaklah cukup untuk mencapai sukses. Karena itu membutuhkan people skills yang kuat yaitu :
Pemecahan masalah (kreatifitas, pencair konflik)
Etika (diplomasi, jujur, profesional)
Terbuka (fleksibel, terbuka untuk wawasan bisnis, berpikir positif)
“Perayu” (ketrampilan komunikasi dan mendengarkan atentif)
Kepemimpinan (bertanggung jawab dan mempunyai kemampuan memotivasi)
 Berminat belajar (haus akan pengetahuan dan perkembangan).

People skills ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitasnya sehari-hari.

Berpikir positif
   Didalam otak kita terdapat mesin “yes” . Ketika kita dihadapkan sesuatu pekerjaan yang cukup besar, maka umumnya kita berkata : Wah….. tidak mungkin; aduh….. sulit, dsb. Maka apa yang kita laksanakan juga tidak mungkin terjadi . Pesimistis . Dan pesimistis bukan sifat pemenang tapi pecundang. Pustakawan diharapkan menjadi orang di atas rata-rata. Sebagai pemenang yang selalu berpikiran positif, sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata “yes” kami bisa. Remember, you are what you think, you feel what you want. Orang Jawa berkata mandi ucape dewe

Personal Added Value
  Pustakawan tidak lagi lihai dalam mengatalog, mengindeks, mengadakan bahan pustaka dan pekerjaan rutin lainnya, tetapi di era global ini pustakawan harus mempunyai nilai tambahnya. Misalnya piawai sebagai navigator unggul. Dengan nilai tambah, yang berkembang dari pengalaman , training dsb, pustakawan dapat mencarikan informasi di Internet serinci mungkin. Hal ini sudah barang tentu akan memuaskan pengguna perpustakaan. Kepuasan pengguna itu sangat mahal bagi dirinya maupun bagi perpustakaan dimana ia bekerja.
Berwawasan Enterpreneurship
Sudah waktunya bagi pustakawan untuk berpikir kewirausahaan. Informasi adalah kekuatan. Informasi adalah mahal, maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan enterpreneurship agar dalam perjalanan sejarahnya

Team Work – Sinergi
   Di dalam era global yang ditandai dengan ampuhnya Internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri. Mereka harus membentuk team kerja untuk bekerjasama mengelola informasi. Choo yang dikutip Astroza dan Sequeira (2000) mengatakan bahwa perubahan teknologi menawarkan kesempatan unik untuk bekerjasama lintas disiplin dengan profesional lainnya :
  • Pakar komputer yang bertanggung jawab pada pusat komputer
  • Pakar teknologi yang bertanggung jawab pada infrastruktur teknologi, jaringan dan aplikasi

   Pakar informasi (pustakawan) yang mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk mengorganisasi pengetahuan dalam sistem dan struktur yang memfalisitasi penggunaan sumber informasi dan pengetahuan.

   Diharapkan dengan team work, tekanan di era industri informasi dapat dipecahkan. Menurut Astroza dan Sequeira (2000) perubahan teknologi dan perkembangan industri informasi berdampak luas pada profesional informasi : pustakawan, arsiparis, penerbit.
Profesi ini menghadapi 2 tekanan komplementer, yaitu :

  1. Perkembangan jumlah informasi dan tersedianya teknologi baru, memungkinkan untuk akses dan memproses informasi lebih besar dari lima tahun yang lalu.
  2. Harapan pengguna yang terus meningkat dapat menciptakan kebutuhan jasa informasi yang kualitasnya lebih canggih

   Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan pustakawan akan terus berkembang menjalankan tugasnya seiring dengan perubahan jaman yang begitu cepat. Profesionalisme pustakawan akan lebih mendarah daging dan menjiwai setiap aktivitasnya.


BAGAIMANA DENGAN IPI?
Untuk itulah maka IPI harus :
    Merespons arus kesejagadan (globalisasi) yang disamping menyodorkan kesempatan dan tantangan tapi juga memberi ancaman. Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan IPI Mampu sebagai wadah pustakawan dapat terus berkembang sesuai dengan programnya.

    Mampu menunjang kelancaran otonomi daerah. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah kemandirian dalam penyelenggaraan pemerintahan, proses pembangunan, pemberdayaan masyarakat yang memerlukan pengelolaan (manajerial) yang professional, benar dan baik untuk mewujudkan good governance dan clean governance (Chajaridipura, 2001). Ada satu kunci yang perlu dicermati, yaitu pemberdayaan masyarakat. Karena masyarakat Indonesia 65% berada di desa, maka IPI harus mampu memberdayakan, dalam arti membuat masyarakat mampu bersaing di era global yang penuh persaingan ini. Untuk itu IPI harus mulai menggarap pustakawan – pustakawan desa agar mereka handal dan tangguh melalui training atau pelatihan- pelatihan yang efektif serta aplikatif.
Dalam setiap kegiatan hendaknya IPI bersinergi dengan asosiasi atau institusi lain, misalnya FPPTI, FKP2T dsb, agar gregetnya terasa lebih menggigit.

     IPI hendaknya lebih extrovert. Tak kenal maka tak sayang itulah pepatah yang harus menjiwai di tubuh IPI. Dari dulu penulis mengingnginkan IPI lebih ada keberadaannya. Kegiatan profesional suatu saat tertentu ditinggalkan sebentar untuk kegiatan global dan isidental, misalnya : ikut serta pelaksanaan bersih kota, mengentas kemiskinan dsb.

PENUTUP
Era global dan era Internet telah menantang profesionalisme pustakawan. Tantangan tersebut bukanlah hal yang menakutkan, tetapi justru menjadi peluang emas bagi pustakawan untuk bergerak maju meretas batas. Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan pustakawan demikian juga wadahnya IPI, akan lebih exist dan berjuang sesuai dengan program kerjanya. Dan terus mendukung program pemerintah yang tertuang dalam TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998, tanggal 13 November 1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. 




Diakses pada tanggal 05-04-2012 pukul  14:45

     Menurut pendapat saya sesuai dengan cerita pada film diatas bahwa perpustakaan itu bukan hanya tempat untuk menyimpan buku.Pada cerita ini perpustakaan terbilang sangat berbeda dengan perpustakaan-perpustakaan pada umumnya. Pada film ini perpustakaan tidak di gambarkan sebagai perpustakaan yang bayak pemustaka untuk meminjam koleksi. Sama sekali tidak ada pemustaka di sini. Namun Ada buku-buku yang tertata dengan rapi dan sebenarnya tempatnya pun terasa nyaman.Perpustakaannya lebih condong menyimpan barang-barang berharga.Dan pustakawannya mempunyai tanggug jawab yang sangat besar.dalam film diatas digambarkan sosok Flynn seorang pustakawan sejati.


Tidak ada komentar: