Faktor yang menjadi pendorong
atas bangkitnya minat baca ialah ketertarikan, kegemaran dan hobby membaca, dan
pendorong tumbuhnya kebiasaan membaca adalah kemauan dan kemampuan membaca.
Berseminya budaya baca adalah kebiasaan membaca, sedangkan kebiasaan membaca terpelihara
dengan tersedianya bahan bacaan yang baik, menarik, memadai, baik jenis,
jumlah, maupun mutunya. Inilah sebuah formula yang secara ringkas untuk
mengembangkan minat dan budaya baca. Dari rumusan konsepsi tersebut tersirat tentang perlunya
minat baca itu dibangkitkan sejak usia
dini (kanak-kanak). Hal itu dimulai dengan bentuk-bentuk huruf dan angka pada
masa pendidikan prasekolah hingga mantapnya penguasaan
membaca-menulis-berhitung pada awal pendidikan disekolah dasar. Perlu dicatat
bahwa dalam dunia belajar modern setiap
anak mulai diajarkan dengan bentuk
bentuk huruf dan tanda-tanda yang mempunyai
arti tertentu. Dalam hal itu dan lebih
baik lagi kalau si-anak tersebut mulai menyadari bahwa rangkaian huruf-huruf itu mempunyai sesuatu cerita yang menarik, maka
tentu akan mendorongnya untuk berkenalan dengan kata kata dan selanjutnya
berniat untuk dapat berkata.
Kita
sudah memasuki milenium ketiga yang sering disebut abad informasi. Suatu abad
dimana informasi diproduksi secara besar-besaran dan didistribusikan ke seluruh
penjuru dunia melalui berbagai media cetak dan elektronik. Tetapi kita masih
berbicara tentang perlunya ditumbuhkan minat, kebiasaan, dan budaya baca. Suatu
kesenjangan yang sangat mencolok. Sementara dalam sejarah kehidupan manusia telah membuktikan betapa pesatnya
kemajuan sejak tradisi lisan beralih
kepada tradisi tulisan dan persebaran naskah tulisan makin meluas. Terutama setelah
ditemukan kertas dan dilanjutkan dengan penemuan mesin cetak. Tradisi baca-tulis
semakin berpengaruh terhadap perubahan ketika naskah diproduksi dengan mesin cetak dan digandakan berupa buku dan
terbitan-terbitan lain, sehingga persebaran dan pemakaiannya tidak lagi menjadi
status sosial kalangan terbatas. Kita seharusnya dapat belajar banyak dari
pengalaman tersebut. Perpustakaan mulai tumbuh untuk melayani masyarakat yang
tidak mampu atau tidak merasa perlu
mengoleksi buku-buku secara pribadi. Kondisi itu sangat menolong anggota
masyarakat yang menghadapi keterbatasan sosial ekonomi.
Kita
selalu menyatakan mengutamakan ikhtiar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mempersoalkan sejauh mana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mempersoalkan
sejauh mana minat baca telah berkembang, dan membahas upaya bagaimana masyarakat mengembangkan berbudaya membaca. Sudah banyak
waktu, energi, perhatian dan modal yang dikeluarkan. Namun segalanya itu tidak
mungkin terlepas dari kenyataan sebagai pijakan untuk mengambil langkah-langkah
kongkret lebih lanjut. Kelihatannya budaya membaca baru menggejala di kalangan
sangat terbatas di dalam masyarakat kita, sehingga membaca buku terkesan “privilese” bagi kalangan tertentu.
Sementara semua orang menmyadari bahwa meningkatkan arus informasi secara
kualitatif dewasa ini. Perbedaan kesempatan untuk memperoleh informasi dapat
berakibat kesenjangan yang membedakan masyarakat menjadi dua golongan, yaitu
antara warga yang diuntungkan oleh
kemudahan dan keluasan akses terhadap informasi, dan mereka yang dirugikan karena sangat terbatasnya akses itu. Kesenjangan
atau ketimpangan akses tersebut sebagai konsekuensi atas perbedaan akses mendapatkan informasi
akan merupakan beban yang amat menghambat kemajuan masyarakat yang
bersangkutan. Oleh karena itu kesungguhan kita untuk membangun masyarakat yang
berbudaya baca mestinya ditunjang oleh meningkatnya ketersediaan bahan bacaan
yang memadai, makin efektif dan efisiensinya fungsi perpustakaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar